
Dalam berbagai budaya, terdapat anggapan bahwa wanita lebih tahan terhadap rasa sakit dibandingkan pria.
Keyakinan ini sering kali dikaitkan dengan kemampuan wanita untuk melahirkan, sebuah pengalaman yang melibatkan rasa sakit hebat.
Namun, benarkah wanita secara biologis lebih tahan rasa sakit daripada pria?
Artikel ini akan membahas fakta di balik anggapan tersebut dan apa kata para ahli.
Penelitian ilmiah telah berusaha menjawab pertanyaan ini selama bertahun-tahun, dan hasilnya tidak selalu konsisten.
Secara umum, beberapa studi menunjukkan bahwa wanita memang lebih toleran terhadap rasa sakit, sementara studi lain justru menemukan bahwa pria lebih tahan terhadap rasa sakit fisik.
Perbedaan ini bisa disebabkan oleh banyak faktor, termasuk persepsi individu, kondisi hormonal, dan bahkan budaya.
Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Brain pada tahun 2019 menemukan bahwa pria dan wanita memang merasakan sakit secara berbeda. Studi tersebut mengungkapkan bahwa wanita cenderung memiliki ambang rasa sakit yang lebih rendah daripada pria, namun mereka juga lebih mampu beradaptasi dengan rasa sakit kronis.
Hal ini berarti meskipun wanita mungkin merasakan sakit lebih intens, mereka cenderung lebih mampu menoleransi rasa sakit yang berkelanjutan.
Penelitian lain yang dilakukan oleh University of Florida pada tahun 2020 juga mendukung temuan ini. Dalam penelitian tersebut, ditemukan bahwa wanita lebih sensitif terhadap rasa sakit akut, namun lebih tahan terhadap rasa sakit yang bersifat kronis.
Para peneliti mengaitkan temuan ini dengan perbedaan hormonal, di mana hormon estrogen yang dominan pada wanita memainkan peran penting dalam bagaimana rasa sakit dirasakan dan diolah oleh otak.
Faktor Psikologis dan Sosial
Tidak hanya faktor biologis, aspek psikologis dan sosial juga mempengaruhi persepsi rasa sakit antara pria dan wanita.
Wanita cenderung lebih terbuka dalam mengekspresikan rasa sakit mereka, sementara pria lebih mungkin menekan atau menutupi rasa sakit karena norma sosial yang mengharuskan mereka terlihat kuat.
Pola ini bisa membuat wanita tampak lebih tahan rasa sakit dalam jangka panjang, meskipun mereka mungkin merasakan rasa sakit yang sama atau lebih besar pada awalnya.
Jadi, apakah wanita benar-benar lebih tahan rasa sakit daripada pria? Jawabannya tidak sesederhana itu.
Ada bukti yang mendukung kedua sisi, dan perbedaan ini sering kali bergantung pada jenis rasa sakit yang dialami, serta faktor-faktor biologis, psikologis, dan sosial yang mempengaruhinya.
Namun, satu hal yang jelas, baik pria maupun wanita memiliki kekuatan unik dalam menghadapi rasa sakit, dan cara mereka menghadapinya dapat dipengaruhi oleh banyak hal, termasuk pengalaman hidup, dukungan sosial, dan kondisi kesehatan mereka.
Dalam era modern ini, penting untuk tidak lagi menggeneralisasi atau membandingkan kekuatan tahan rasa sakit antara pria dan wanita. Akan tetapi lebih fokus pada pemahaman individual dan pendekatan yang tepat dalam mengelola rasa sakit yang mereka alami.