
Jembatan Ampera, yang menjadi ikon Kota Palembang, Sumatra Selatan, bukan hanya sekadar penghubung antarwilayah, tetapi juga memiliki sejarah dan mekanisme unik yang jarang dimiliki jembatan lain di dunia.
Dibangun pada tahun 1962 dengan bantuan pemerintah Jepang, jembatan ini awalnya dirancang untuk mempermudah lalu lintas sungai sekaligus kapal-kapal besar yang melintasi Sungai Musi.
Keunikan Jembatan Ampera terletak pada bagian tengahnya yang dirancang bisa dinaik-turunkan. Mekanisme ini memungkinkan kapal-kapal besar yang melintasi Sungai Musi untuk lewat tanpa hambatan.
Pada masanya, proses menaikkan dan menurunkan bagian tengah jembatan memakan waktu sekitar 30 menit dan dioperasikan menggunakan mesin besar berbahan bakar diesel.
Fungsi ini aktif digunakan pada dekade awal setelah jembatan selesai dibangun. Namun, pada tahun 1970, mekanisme tersebut dihentikan karena dianggap mengganggu arus lalu lintas kendaraan di atas jembatan yang semakin padat.
Bagian tengah jembatan yang bisa bergerak pun kini sudah dipatenkan sebagai bagian permanen dari struktur jembatan.
Selain fungsinya yang unik, Jembatan Ampera juga memiliki nilai historis yang kuat. Pada awal pembangunannya, jembatan ini dikenal dengan nama “Jembatan Bung Karno” sebagai penghormatan kepada presiden pertama Indonesia.
Namun, seiring waktu, nama tersebut diubah menjadi Jembatan Ampera, yang merupakan singkatan dari “Amanat Penderitaan Rakyat.”
Hingga kini, Jembatan Ampera tetap menjadi daya tarik utama bagi wisatawan. Pemandangan jembatan yang berkilauan di malam hari, dipadukan dengan lampu-lampu warna-warni, menciptakan suasana yang memikat.
Di sekitarnya, wisatawan juga dapat menikmati kuliner khas Palembang, seperti pempek dan pindang, sambil menikmati keindahan Sungai Musi.