
Di antara banyak artefak kuno yang membingungkan para arkeolog, temuan Baghdad Battery atau “Baterai Baghdad” menjadi salah satu yang paling kontroversial. Ditemukan pada tahun 1930-an di dekat Baghdad, Irak, benda ini berupa guci tanah liat dengan batang besi dan silinder tembaga di dalamnya.
Struktur ini membuat banyak ilmuwan bertanya-tanya: apakah peradaban kuno sudah mengenal listrik jauh sebelum kita memahaminya?
Artefak ini diperkirakan berasal dari periode Parthia, sekitar 250 SM hingga 224 M. Peneliti awal, Wilhelm König, seorang arkeolog Jerman, mengusulkan teori bahwa benda ini mungkin digunakan sebagai baterai primitif.
Hipotesis ini semakin diperkuat ketika eksperimen modern menunjukkan bahwa jika guci ini diisi dengan cairan asam seperti cuka atau jus anggur, dapat menghasilkan tegangan listrik kecil sekitar 1 volt.
Spekulasi tentang fungsi asli Baghdad Battery terus berkembang. Beberapa teori menyatakan bahwa alat ini digunakan untuk penyepuhan emas pada perhiasan, di mana arus listrik lemah dapat membantu menempelkan lapisan emas tipis ke permukaan logam.
Namun, ada juga yang berpendapat bahwa ini bukan baterai sama sekali, melainkan hanya wadah untuk menyimpan gulungan naskah atau benda keagamaan.
Meski eksperimen modern menunjukkan kemungkinan besar bahwa Baghdad Battery bisa menghasilkan listrik, tidak ada bukti konkret bahwa peradaban kuno benar-benar menggunakannya untuk keperluan praktis.
Tanpa dokumen atau petunjuk tambahan, fungsi asli artefak ini masih menjadi misteri.
Hingga kini, Baghdad Battery tetap menjadi salah satu teka-teki terbesar dalam sejarah teknologi. Apakah ini bukti bahwa manusia sudah menemukan listrik ribuan tahun lebih awal dari yang kita kira?
Ataukah ini hanya kebetulan yang salah diinterpretasikan oleh para ilmuwan modern? Misteri ini terus memancing rasa penasaran para peneliti dan penggemar sejarah di seluruh dunia.