Pernahkah Anda merasa ingin segera melarikan diri saat menghadapi situasi yang menakutkan atau berbahaya? Reaksi ini dikenal sebagai flight response, bagian dari mekanisme “fight or flight” yang dikendalikan oleh sistem saraf otonom tubuh manusia.
Flight response adalah respons alami tubuh terhadap ancaman atau stres yang diproses oleh amigdala, bagian otak yang berperan dalam mengatur emosi dan rasa takut. Ketika otak mendeteksi bahaya, tubuh secara otomatis melepaskan hormon adrenalin dan kortisol, meningkatkan detak jantung, mempercepat pernapasan, serta mengalirkan lebih banyak darah ke otot untuk bersiap melarikan diri dari situasi berisiko.
Secara evolusioner, mekanisme ini sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Misalnya, ketika nenek moyang kita menghadapi predator di alam liar, tubuh secara naluriah memilih antara melawan (fight) atau melarikan diri (flight) demi keselamatan. Dalam kehidupan modern, respons ini masih terjadi meskipun ancaman yang dihadapi lebih bersifat psikologis, seperti tekanan pekerjaan, konflik sosial, atau kecemasan.
Namun, flight response yang terlalu sering muncul dalam situasi non-berbahaya bisa menjadi tanda gangguan kecemasan atau stres berlebihan. Beberapa orang mungkin merasa panik dan ingin menghindari tempat ramai, pekerjaan yang menantang, atau bahkan percakapan sulit karena otak menganggapnya sebagai ancaman.
Untuk mengelola flight response yang berlebihan, teknik seperti pernapasan dalam, meditasi, dan terapi kognitif dapat membantu mengendalikan reaksi tubuh terhadap stres. Mengenali bahwa tidak semua tekanan adalah ancaman nyata bisa menjadi langkah awal untuk mengatasi respons ini dengan lebih sehat dan rasional.
Flight response membuktikan bahwa tubuh manusia memiliki sistem perlindungan alami yang luar biasa. Namun, memahami kapan reaksi ini diperlukan dan kapan harus dikendalikan adalah kunci untuk menjalani hidup yang lebih tenang dan terkendali.
